Buku ini berbicara tentang peran akal dalam tasawuf menurut pandangan Imam al Ghazali Dalam pandangannya Islam memberi penghargaan yang tinggi terhadap akal Memasuki dunia tasawuf tidak bisa dilepaskan dari penggunaan akal karena tasawuf tidak bisa dipelajari begitu saja tanpa didahului oleh penguasaan terhadap ilmu ilmu penunjang seperti akidah syariah tarigah dan ilmu ilmu lainnya Sedangkan ilmu ilmu tersebut membutuhkan akal Kehadiran Imam al Ghazali dalam dunia tasawuf telah memadukan antara tasawuf dengan syariah Syariah hanya bisa dipahami melalui akal Selain syariah akidah pun tidak bisa dipisahkan dengan tasawuf sebab tasawuf merupakan penyempurna ilmu akidah atau tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu akidah Menurut Imam al Ghazali tasawuf sangat sulit dipisahkan dari penggunaan akal Sebagaimana yang dialaminya sendiri yaitu saat ia memasuki dunia tasawuf ia mencoba meninggalkan pancaindra dan gadiyah istilah dalam ilmu mantik yang tinggal hanya akal sedangkan akal diandalkan untuk menetapkan adanya Allah Swt Menetapkan kebenaran utusan Allah dan hari akhir padahal semua itu merupakan fondasi iman Ia pun mengakui bahwa akal adalah suatu jembatan untuk mencapai kebenaran sejati Ketika kemampuan akal mencapai titik optimum tugas pencarian dilanjutkan oleh zaug namun bukan berarti akal hilang sama sekali Menurutnya akal dan zaug digunakan secara bersama sama dalam mencari dan menemukan kebenaran Dengan kata lain melalui sarana akal yang dapat mengantar sampai pada tingkat takhalli pengisian namun tatkala memasuki wilayah ma rifat akal sudah tidak sanggup dilanjutkan oleh zaug Posisi akal bagaikan lampu listrik seratus watt berhadapan dengan lampu listrik seribu watt Zaug bukan berarti padam atau hilang dengan keberadaan yang lebih terang tapi cahayanya tidak kelihatan Buku ini berbicara tentang peran akal dalam tasawuf menurut pandangan Imam al-Ghazali. Dalam pandangannya, Islam memberi penghargaan yang tinggi terhadap akal. Memasuki dunia tasawuf tidak bisa dilepaskan dari penggunaan akal, karena tasawuf tidak bisa dipelajari begitu saja, tanpa didahului oleh penguasaan terhadap ilmu-ilmu penunjang, seperti akidah, syariah, tarigah, dan ilmu-ilmu lainnya. Sedangkan ilmu-ilmu tersebut membutuhkan akal. Kehadiran Imam ...al-Ghazali dalam dunia tasawuf, telah memadukan antara tasawuf dengan syariah. Syariah hanya bisa dipahami melalui akal. Selain syariah, akidah pun tidak bisa dipisahkan dengan tasawuf, sebab tasawuf merupakan penyempurna ilmu akidah, atau tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu akidah. Menurut Imam al-Ghazali, tasawuf sangat sulit dipisahkan dari penggunaan akal. Sebagaimana yang dialaminya sendiri, yaitu saat ia memasuki dunia tasawuf, ia mencoba meninggalkan pancaindra dan gadiyah (istilah dalam ilmu mantik), yang tinggal hanya akal, sedangkan akal diandalkan untuk menetapkan adanya Allah Swt. Menetapkan kebenaran utusan Allah dan hari akhir, padahal semua itu merupakan fondasi iman. Ia pun mengakui bahwa akal adalah suatu jembatan untuk mencapai kebenaran sejati. Ketika kemampuan akal mencapai titik optimum, tugas pencarian dilanjutkan oleh zaug, namun bukan berarti akal hilang sama sekali. Menurutnya akal dan zaug digunakan secara bersama-sama dalam mencari dan menemukan kebenaran. Dengan kata lain, melalui sarana akal yang dapat mengantar sampai pada tingkat takhalli (pengisian), namun tatkala memasuki wilayah ma'rifat akal sudah tidak sanggup, dilanjutkan oleh zaug. Posisi akal, bagaikan lampu listrik seratus watt, berhadapan dengan lampu listrik seribu watt. (Zaug), bukan berarti padam atau hilang dengan keberadaan yang lebih terang, tapi cahayanya tidak kelihatan.