Kemiskinan menjadi fenomena yang menyertai perjalanan peradaban manusia Oleh karena itu para sarjana pemegang kebijakan pemerintahan hingga agamawan telah lama mencoba menjelaskan fenomena kemiskinan tersebut melalui sudut pandang dan perspektif yang beragam Beberapa perspektif yang sering terdengar sebagai respons terhadap diskursus kemiskinan adalah agama dan ilmu ilmu sosial Di sinilah buku ini menemukan relevansinya dengan membahas kemiskinan melalui kajian teologis dan empiris Melalui kajian teologis terdapat sepuluh istilah yang digunakan Al Our an yang berkenaan dengan kemiskinan Dari sepuluh kosakata itu ada yang secara eksplisit menunjuk kepada arti kemiskinan dan ada yang secara implisit menunjuk kepada karakteristik atau ciri ciri yang melekat pada penyandang kemiskinan Banyaknya pemakluman yang bernuansa teologis tentang respons terhadap fenomena kemiskinan ini patut dicurigai dalam menumbuhsuburkan kemiskinan sebagai suatu takdir Akhirnya kemiskinan dianggap suatu pemberian yang tidak dapat diubah Selain pandangan teologis buku ini berupaya menampilkan satu corak pemikiran teologi yang dapat meningkatkan produktivitas keaktifan serta mampu menatap masa depan dengan optimis sehingga kecenderungan pembahasan buku ini mengarah pada pengalaman empiris yang rasional atau falsafah hidup yang luhur dan berusaha memberikan alternatif lain dari pandangan teologis yang cenderung statis dan fatalis Kemiskinan menjadi fenomena yang menyertai perjalanan peradaban manusia. Oleh karena itu, para sarjana, pemegang kebijakan pemerintahan, hingga agamawan telah lama mencoba menjelaskan fenomena kemiskinan tersebut melalui sudut pandang dan perspektif yang beragam. Beberapa perspektif yang sering terdengar sebagai respons terhadap diskursus kemiskinan adalah agama dan ilmu-ilmu sosial. Di sinilah buku ini menemukan relevansinya dengan membahas kemiskinan melalui ...kajian teologis dan empiris. Melalui kajian teologis, terdapat sepuluh istilah yang digunakan Al-Our'an yang berkenaan dengan kemiskinan. Dari sepuluh kosakata itu, ada yang secara eksplisit menunjuk kepada arti kemiskinan, dan ada yang secara implisit menunjuk kepada karakteristik atau ciri-ciri yang melekat pada penyandang kemiskinan. Banyaknya pemakluman yang bernuansa teologis tentang respons terhadap fenomena kemiskinan ini patut dicurigai dalam menumbuhsuburkan “kemiskinan” sebagai suatu takdir. Akhirnya, kemiskinan dianggap suatu pemberian yang tidak dapat diubah. Selain pandangan teologis, buku ini berupaya menampilkan satu corak pemikiran teologi yang dapat meningkatkan produktivitas, keaktifan serta mampu menatap masa depan dengan optimis, sehingga kecenderungan pembahasan buku ini mengarah pada pengalaman empiris yang rasional, atau falsafah hidup yang luhur, dan berusaha memberikan alternatif lain dari pandangan teologis yang cenderung statis dan fatalis.