Legalitas diklaim oleh para yuris sebagai turunan dari paham legisme Legisme menghendaki hakim menjadi corong undang undang saja sementara legalitas mensyaratkan pemidanaan yang tidak berlaku surut Tak hanya itu legalitas pun membatasi peran hakim untuk tidak melakukan analogi Legisme sendiri disebut oleh para yuris sebagai fondasi dari ide legalitas disusun di atas pemikiran filsafat Rousseau Montesquieu dan Cesare Beccaria Buku ini berupaya menelusuri pemikiran ketiga filsuf tersebut dan menemukan adanya simplikasi untuk tidak dikatakan secara kasar sebagai manipulasi yang dilakukan oleh para yuris masa lalu mengenai klaim legisme dan legalitas yang dapat memberikan kepastian hukum Dalam edisi kedua ini terdapat perubahan dan penambahan yang kaya dibandingkan dengan edisi sebelumnya terutama di Bab 6 dan 7 berkenaan dengan krisis penegakan hukum tanpa moralitas dalam legisme dan legalitas serta memikirkan kembali gagasan kepastian hukum Melalui buku ini penulis berusaha menemukan titik temu dua perspektif yang berbeda dalam memandang filsafat dan hukum dari sudut pandang yuridis dan sudut pandang filosofis Perbedaan itu disebabkan terutama pandangan yuridis itu berada dalam sistem yang positif dan mengenal yurisdiksi sementara pandangan filosofis bila perlu dapat melampaui sistem yang positif dan yurisdiksi Titik temu tersebut dibutuhkan guna menghasilkan ide kritis tidak terbelenggu pada sistem hukum yang positif saja Namun di lain sisi tidak pula menghasilkan ide yang spekulatif karena aroma filosofisnya terlalu kuat membuatnya seperti melayang ke angkasa tanpa kompasLegalitas diklaim oleh para yuris sebagai turunan dari paham legisme. Legisme menghendaki hakim menjadi corong undang-undang saja, sementara legalitas mensyaratkan pemidanaan yang tidak berlaku surut. Tak hanya itu, legalitas pun membatasi peran hakim untuk tidak melakukan analogi. Legisme sendiri disebut oleh para yuris sebagai fondasi dari ide legalitas, disusun di atas ...pemikiran filsafat Rousseau, Montesquieu dan Cesare Beccaria. Buku ini berupaya menelusuri pemikiran ketiga filsuf tersebut dan menemukan adanya simplikasi, untuk tidak dikatakan secara kasar sebagai manipulasi, yang dilakukan oleh para yuris masa lalu mengenai klaim legisme dan legalitas yang dapat memberikan kepastian hukum. Dalam edisi kedua ini, terdapat perubahan dan penambahan yang kaya dibandingkan dengan edisi sebelumnya, terutama di Bab 6 dan 7 berkenaan dengan krisis penegakan hukum tanpa moralitas dalam legisme dan legalitas, serta memikirkan kembali gagasan kepastian hukum. Melalui buku ini penulis berusaha menemukan titik temu dua perspektif yang berbeda dalam memandang filsafat dan hukum; dari sudut pandang yuridis dan sudut pandang filosofis. Perbedaan itu disebabkan terutama pandangan yuridis itu berada dalam sistem yang positif dan mengenal yurisdiksi, sementara pandangan filosofis, bila perlu, dapat melampaui sistem yang positif dan yurisdiksi. Titik temu tersebut dibutuhkan guna menghasilkan ide kritis, tidak terbelenggu pada sistem hukum yang positif saja. Namun di lain sisi, tidak pula menghasilkan ide yang spekulatif, karena aroma filosofisnya terlalu kuat, membuatnya seperti melayang ke angkasa tanpa kompas